Rancangan Undan-Undang Intelijen yang sedang digodok Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih memunculkan sejumlah kontroversi. Banyak pihak berpendapat aturan ini akan melanggar hak asasi manusia.
Mantan Kordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Usman Hamid ikut menyoal pemberian kewenangan penyadapan dan penangkapan kepada intelijen. Pemberian kewenangan ini dipastikan akan melemahkan penegakan hak asasi manusia.
"Penangkapan dan penyadapan bisa mendatangkan masalah besar bagi hak asasi manusia," kata Usman di Jakarta, Sabtu 26 Maret 2011.
Menurutnya, sesuai yang tertera dalam RUU Intelijen, penangkapan bisa dilakukan dalam waktu 7 X 24 jam. Bagi mereka yang ditangkap, tidak memiliki hak untuk meminta penasehat hukum atau pengacara mendampingi.
"Penangkapan jadi sangat tidak jelas. Di mana ditangkap, ditangkap dalam kasus apa, diperiksa terkait apa," kata dia.
Menurut dia, dalam draf RUU yang diusulkan DPR, tidak ada kewenangan penangkapan. Dalam draft itu, hanya tertulis pemeriksaan yang intensif.
Tapi, lanjut dia, belakangan pemerintah memerlukan wewenangan khusus pada intelijen. "Pemerintah minta kewenangan khusus pada intelijen tentang penangkapan dan penyadapan," kata dia.
Usman khawatir kewenangan intelijen ini nantinya disalahgunakan penguasa. "Maka harus diperjelas," kata dia.
Menurut mantan Kordinator Kelompok Kerja RUU Intelijen, AS Hikam, penangkapan oleh intelijen tidak dilakukan secara semena-mena.
Penangkapan itu dilakukan secara bersamaan dengan intelijen negara dengan aparat penegak hukum. "Yang saya ikuti dari pemerintah, kalau toh intelijen diberi kewenangan penangkapan harus bekerjasama dengan aparat penegak hukum, sehingga ada pengawasan seperti yang diinginkan itu," kata dia.
"Sehingga tidak seperti cek kosong yang diserahkan begitu saja. BIN harus juga bekerja sama dengan alat penegak hukum yang lain," katanya
Wakil Ketua Komisi I DPR, Hayono Isman sependapat dengan Hikam soal kewenangan penahanan itu. Menurut dia, kewenangan penangkapan dan penyadapan oleh intelijen negara harus dilakukan setelah berkordinasi dengan aparat penegak hukum.
"Harus menggunakan lembaga penegak hukum, seperti Kepolsian, KPK, dan Kejaksaan," kata dia. (umi)• VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar